Cinta datang tanpa salam. Ia datang menyelinap, perlahan-lahan, beringsut-ringsut menyusup ke dalam hati. Di dalam ia memberi warna tersendiri. Manis, seperti cahaya matahari dan butiran air yang melukis pelangi. Hari-hari serasa lebih cerah dibuatnya. Kadang ia membuat Frekuensi detak jantung meningkat, merangsang sel-sel syaraf sehingga menimbulkan gemuruh dalam dada. Ia bahkan dapat menimbulkan semangat untuk tetap hidup.
Pada suatu senja, Ketika seorang kekasih bertanya, Kenapa kau mencintaiku Kakanda?
Barulah kini sang pencinta mengajak cerebrumnya untuk berpikir, dengan segala kelogisan dan kecerdasan yang ia miliki.
Kenapa Aku mencintainya?
Apakah karena ia begitu cantik?
Ya, memang ia cantik. Tetapi apakah cinta akan bertahan bila suatu saat kecantikan itu memudar, ketika kehidupan ini menimbulkan kerutan-kerutan di wajahnya, ketika realita membuat tangannya yang halus menjadi kasar bersisik, ketika panasnya dunia membuat kulitnya terbakar matahari, apakah aku masih tetap mencintainya?
Atau, Apakah karena ia baik hati?
Ah, memang ia begitu manis sikapnya. Namun ketika berbagai masalah kehidupan mulai dirasakan, ketika realita kehidupan tak sesuai dengan harapan, ketika keegoisan masing-masing tak dapat ditaklukkan, dan ketika sifat-sifat buruk yang selama ini tersimpan rapi mulai menampakkan wajah aslinya, apakah ia akan tetap terlihat manis?
Apakah karena ia wanita yang setia menemaniku?
Benarkah ia memang wanita setia? Tak ada buktinya. Butuh waktu untuk membuktikannya. Semua akan terbukti nanti ketika badai kehidupan menerjang.
Dan yakinkah kau akan selalu di hatinya? Ketika kau terjatuh nanti, ketika suatu hati nanti kau kehilangan semua yang kau miliki, yakinkah kau bahwa ia akan menggandeng tanganmu dan membantumu berdiri lagi? Dan ketika saat itu ada orang lain yang lebih menarik, yakinkah ia tak akan berpaling darimu?
Ah, bukan. Bukan karena itu semua. Aku mencintainya sepenuh hati, segenap jiwa.
Lalu kenapa aku mencintainya?
.
Barulah sadar bahwa sang pencinta tak punya alasan. Karena memang cinta tak perlu alasan. Ia tumbuh begitu saja dalam hati. Maka alasan mencintai adalah cinta itu sendiri, Indah bukan?
..
Dunia ini begitu kejam, kawan. Seperti badai, ia akan memporak-porandakan segala pertahanan yang telah kita siapkan, ia melucuti satu per satu pijakan dimana kita berdiri, ia bahkan mempermainkan kita, memutar-mutar tubuh kita kesana kemari, menampar-nampar wajah kita sehingga kita lupa dimana kita saat ini, membuat kita linglung lalu bertanya-tanya; pada apa kita harus berpijak, pada siapa kita harus berpegangan?
Ya, Realita akan memudarkan cinta yang dulu tumbuh begitu manisnya. Problematika akan mempermainkan dan mempertanyakan apakah cinta yang telah dirajut harus diselesaikan sampai disini? Lalu pada apa kita berpijak ketika tak ada lagi cinta?
Maka, sebenarnya cinta adalah tentang dua hal; komitmen dan totalitas. Lalu pada apa komitmen ini dibangun? Komitmen dibangun pada hakikat manusia itu sendiri. Bahwa sebenarnya hakikat manusia adalah untuk beribadah kepada Sang Pencipta; untuk berbuat kebaikan di dunia dan bermanfaat kepada sesama. Bahwa dunia ini hanyalah satu fragmen kecil dari kehidupan kita, dimana kita harus berjuang, berbuat dan bergerak agar ketika maut menjemput, hidup ini telah kita isi dengan sesuatu. Bukan hanya kertas kosong tanpa goresan. Ini adalah komitmen dasar seorang hamba. Maka mestilah cinta dibangun atas dasar ini, agar cinta tumbuh, berkembang dan tak pudar oleh zaman.
Maka komitmen adalah mencintai walau tak ada lagi cinta. Komitmen adalah MENCINTAI WALAU HATI INI SUDAH BOSAN MENCINTAI. Selama semua demi kabaikan dan tujuan bersama, cinta harus dipertahankan ..
Cinta bukan kata-kata. Cinta adalah totalitas. Maka cinta adalah menghargai perbedaan, merelakan keegoisan pribadi, menerima apa adanya dan memahami kekurangan. Cinta adalah bagaimana membuatnya bahagia, menemaninya di saat-saat sulit, memapahnya ketika ia terjatuh, menemaninya walau harus terjatuh bersama-sama. Karenanya, cinta harus dalam bingkai yang sempurna, bukan bingkai-bingkai semu yang merendahkan arti cinta..
Cinta begitu agung, tak sesederhana mengucapkannya. Maka, janganlah kau katakan cinta kalau kau belum mampu mencintai, kawan..
.
Cinta seperti pohon. Bibit cinta harus dipupuk dan disiram dengan baik agar tumbuh dan berkembang. Ia harus disinari cahayaNya agar mendapatkan energi. Segala hal harus dilakukan dengan kesungguhan, agar suatu hari nanti kita dapat menikmati manisnya buah dari pohon itu. Maka, ketika kau mencintai seseorang, berusahalah untuk mencintainya dengan kesungguhan, sepenuh hati, segenap jiwa dan dengan sebenar-benarnya cinta, agar cinta tetap abadi, selamanya.
Pada suatu senja, Ketika seorang kekasih bertanya, Kenapa kau mencintaiku Kakanda?
Barulah kini sang pencinta mengajak cerebrumnya untuk berpikir, dengan segala kelogisan dan kecerdasan yang ia miliki.
Kenapa Aku mencintainya?
Apakah karena ia begitu cantik?
Ya, memang ia cantik. Tetapi apakah cinta akan bertahan bila suatu saat kecantikan itu memudar, ketika kehidupan ini menimbulkan kerutan-kerutan di wajahnya, ketika realita membuat tangannya yang halus menjadi kasar bersisik, ketika panasnya dunia membuat kulitnya terbakar matahari, apakah aku masih tetap mencintainya?
Atau, Apakah karena ia baik hati?
Ah, memang ia begitu manis sikapnya. Namun ketika berbagai masalah kehidupan mulai dirasakan, ketika realita kehidupan tak sesuai dengan harapan, ketika keegoisan masing-masing tak dapat ditaklukkan, dan ketika sifat-sifat buruk yang selama ini tersimpan rapi mulai menampakkan wajah aslinya, apakah ia akan tetap terlihat manis?
Apakah karena ia wanita yang setia menemaniku?
Benarkah ia memang wanita setia? Tak ada buktinya. Butuh waktu untuk membuktikannya. Semua akan terbukti nanti ketika badai kehidupan menerjang.
Dan yakinkah kau akan selalu di hatinya? Ketika kau terjatuh nanti, ketika suatu hati nanti kau kehilangan semua yang kau miliki, yakinkah kau bahwa ia akan menggandeng tanganmu dan membantumu berdiri lagi? Dan ketika saat itu ada orang lain yang lebih menarik, yakinkah ia tak akan berpaling darimu?
Ah, bukan. Bukan karena itu semua. Aku mencintainya sepenuh hati, segenap jiwa.
Lalu kenapa aku mencintainya?
.
Barulah sadar bahwa sang pencinta tak punya alasan. Karena memang cinta tak perlu alasan. Ia tumbuh begitu saja dalam hati. Maka alasan mencintai adalah cinta itu sendiri, Indah bukan?
..
Dunia ini begitu kejam, kawan. Seperti badai, ia akan memporak-porandakan segala pertahanan yang telah kita siapkan, ia melucuti satu per satu pijakan dimana kita berdiri, ia bahkan mempermainkan kita, memutar-mutar tubuh kita kesana kemari, menampar-nampar wajah kita sehingga kita lupa dimana kita saat ini, membuat kita linglung lalu bertanya-tanya; pada apa kita harus berpijak, pada siapa kita harus berpegangan?
Ya, Realita akan memudarkan cinta yang dulu tumbuh begitu manisnya. Problematika akan mempermainkan dan mempertanyakan apakah cinta yang telah dirajut harus diselesaikan sampai disini? Lalu pada apa kita berpijak ketika tak ada lagi cinta?
Maka, sebenarnya cinta adalah tentang dua hal; komitmen dan totalitas. Lalu pada apa komitmen ini dibangun? Komitmen dibangun pada hakikat manusia itu sendiri. Bahwa sebenarnya hakikat manusia adalah untuk beribadah kepada Sang Pencipta; untuk berbuat kebaikan di dunia dan bermanfaat kepada sesama. Bahwa dunia ini hanyalah satu fragmen kecil dari kehidupan kita, dimana kita harus berjuang, berbuat dan bergerak agar ketika maut menjemput, hidup ini telah kita isi dengan sesuatu. Bukan hanya kertas kosong tanpa goresan. Ini adalah komitmen dasar seorang hamba. Maka mestilah cinta dibangun atas dasar ini, agar cinta tumbuh, berkembang dan tak pudar oleh zaman.
Maka komitmen adalah mencintai walau tak ada lagi cinta. Komitmen adalah MENCINTAI WALAU HATI INI SUDAH BOSAN MENCINTAI. Selama semua demi kabaikan dan tujuan bersama, cinta harus dipertahankan ..
Cinta bukan kata-kata. Cinta adalah totalitas. Maka cinta adalah menghargai perbedaan, merelakan keegoisan pribadi, menerima apa adanya dan memahami kekurangan. Cinta adalah bagaimana membuatnya bahagia, menemaninya di saat-saat sulit, memapahnya ketika ia terjatuh, menemaninya walau harus terjatuh bersama-sama. Karenanya, cinta harus dalam bingkai yang sempurna, bukan bingkai-bingkai semu yang merendahkan arti cinta..
Cinta begitu agung, tak sesederhana mengucapkannya. Maka, janganlah kau katakan cinta kalau kau belum mampu mencintai, kawan..
.
Cinta seperti pohon. Bibit cinta harus dipupuk dan disiram dengan baik agar tumbuh dan berkembang. Ia harus disinari cahayaNya agar mendapatkan energi. Segala hal harus dilakukan dengan kesungguhan, agar suatu hari nanti kita dapat menikmati manisnya buah dari pohon itu. Maka, ketika kau mencintai seseorang, berusahalah untuk mencintainya dengan kesungguhan, sepenuh hati, segenap jiwa dan dengan sebenar-benarnya cinta, agar cinta tetap abadi, selamanya.