"Love your job, but never fall in love with your company"
Seorang CEO sebuah perusahaan IT dari India berbicara dalam sebuah sesi
dengan para karyawan tentang filosofi ini. CEO tersebut termasuk dalam
50 orang paling berpengaruh dalam dunia bisnis di Asia (dirilis oleh
majalah Asiaweek).
Inti ceritanya: "CINTAILAH PEKERJAANMU, TAPI JANGAN PERNAH JATUH CINTA
KEPADA PERUSAHAANMU, KARENA KAMU TIDAK PERNAH TAHU KAPAN PERUSAHAANMU
BERHENTI MENCINTAIMU" Narayana Murthy.
Bagi yang tertarik membaca pandangan dia secara mendalam, berikut
kutipan kata-katanya:
Saya sering menjumpai orang-orang yang bekerja selama 12 jam sehari, 6
hari seminggu, atau lebih. Beberapa diantaranya melakukan hal tersebut
karena diburu-buru oleh deadline, memenuhi target yang telah ditetapkan.
Bagi mereka, waktu-waktu panjang yang penuh lembur bersifat
sewaktu-waktu saja. Ada pula yang menjalani jam-jam panjang dalam
hari-hari mereka selama bertahun-tahun: entah karena orang-orang ini
merasa telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada pekerjaan, atau bisa
juga disebut workaholic.
Apapun alasan yang orang buat untuk bekerja lembur, kondisi tersebut
berpengaruh TIDAK BAIK kepada orang yang menjalani maupun
orang-orang sekitarnya. Berada dalam kantor selama berjam-jam dalam
rentang waktu yang lama, bisa menimbulkan potensi yang cukup besar bagi
yang menjalaninya untuk membuat kesalahan. Rekan-rekan saya yang saya
kenal sering bekerja lembur, sering membuat
kesalahan karena faktor kelelahan. Membetulkan kesalahan-kesalahan ini
tentu saja membutuhkan waktu dan tenaga tidak saja dari dirinya sendiri,
melainkan orang lain yang secara langsung maupun tidak langsung bekerja
bersamanya.
Masalah lain adalah orang-orang yang bekerja pada perusahaan yang
menetapkan waktu kerja yang ketat seringkali bukanlah orang-orang yang
secara pergaulan menyenangkan. Para karyawan dari perusahaan dengan tipe
seperti ini sering mengeluh atau komplain mengenai orang lain (yang
tidak bekerja sekeras mereka). Mereka menjadi mudah tersinggung, dan
mudah marah. Orang-orang lain menjauhi mereka. Perilaku semacam ini
secara organisasi tentunya merupakan masalah besar: hasil besar akan
dicapai oleh sebuah organisasi apabila ada jalinan harmonis dalam kerja
sama tim antar karyawannya, bukannya bekerja sendiri-sendiri dan saling
menjauhi.
Sebagai seorang pimpinan, saya harus membantu orang lain untuk
meninggalkan kantor tepat waktu. Langkah pertama dan terpenting adalah
sayalah yang harus memberi contoh dan pulang ke rumah tepat waktu. Saya
bekerja dengan seorang manajer yang menyindir orang-orang yang bekerja
lembur terlalu lama. Ajakannya menjadi kehilangan makna ketika
orang-orang menerima emailnya dan melihat jam email tersebut dikirim
ternyata jam 2 pagi.
Untuk mengajak orang melakukan suatu hal, langkah terpenting adalah
memberi contoh dengan melakukannya sendiri. Langkah kedua adalah
mengajak orang untuk menjalani hidup yang seimbang. Sebagai contoh,
berikut ini adalah langkah-langkah yang
menurut saya cukup membantu:
1. Bangun pagi, sarapan dengan menu yang baik, lalu berangkat bekerja..
2. Bekerjalah dengan keras dan pintar selama 8 atau 9 jam sehari..
3. Pulanglah ke rumah
4. Baca buku atau komik, menonton film yang lucu, kumpul-kumpul dengan
rekan-rekan.
5. Makan yang sehat dan tidur yang cukup
Langkah-langkah ini disebut sebagai recreating. Mengerjakan langkah 1,
3, 4, dan 5 akan memungkinkan langkah 2 dilakukan secara efektif
dan seimbang.
Bekerja secara normal dan mempertahankan hidup yang seimbang adalah
konsep yang sederhana. Langkah-langkah tersebut mungkin akan sulit
dilakukan oleh sebagian orang karena orang tersebut akan menganggap
perlunya perubahan mendasar yang bersifat personal pada dirinya.
Sebenarnya langkah-langkah ini memungkinkan untuk dilakukan oleh setiap
orang, karena kita memiliki kekuatan untuk memilih apa yang
akan kita lakukan.
Suatu hari, seorang ahli "Manajemen Waktu" berbicara di depan sekelompok
mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yang tidak akan
dengan mudah dilupakan para siswanya.
Dia mengeluarkan toples berukuran satu galon yang bermulut cukup lebar,
dan meletakkannya diatas meja. Lalu ia juga mengeluarkan
sekira selusin batu berukuran segenggam tangan, dan meletakkan dengan
hati-hati batu-batu itu kedalam toples. Ketika batu itu memenuhi
toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yang muat untuk
masuk ke dalamnya, dia bertanya, "Apakah toples ini sudah penuh?"
Semua siswanya serentak menjawab, "Sudah." Kemudian dia berkata,
"Benarkah?" Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu
dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit
mengguncang- guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat
diantara celah-celah batu-batu itu. Lalu ia bertanya kepada siswanya
sekali lagi, "Apakah toples ini sudah penuh?" Kali ini para siswanya
hanya tertegun, "Mungkin belum", salah satu dari siswanya menjawab.
"Bagus!", jawabnya. Kembali dia meraih ke bawah meja dan mengeluarkan
sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan
pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara
kerikil dan bebatuan.
Sekali lagi dia bertanya, "Apakah toples ini sudah penuh?" "Belum!"
serentak para siswanya menjawab. Sekali lagi dia berkata, "Bagus!"
Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam toples,
sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas.
Lalu si ahli Manajemen Waktu ini memandang kepada para siswanya dan
bertanya "Apakah maksud dari ilustrasi ini?" Seorang siswanya yang
antusias langsung menjawab, "Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu,
jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya"
"Bukan", jawab si ahli, "Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini
mengajarkan kita bahwa: Kalau kamu tidak meletakkan batu besar itu
sebagai yang pertama, kamu tidak akan pernah bisa memasukkannya ke dalam
toples sama sekali. Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin
anak-anakmu, suami/istrimu, orang-orang yang kamu sayangi,
persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yang kamu anggap
paling berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan
batu-batu besar tersebut sebagai yang pertama atau kamu tidak akan
pernah punya waktu untuk memperhatikannya. Jika kamu mendahulukan
hal-hal kecil (kerikil dan pasir) dalam waktumu maka kamu hanya memenuhi
hidupmu dengan hal-hal kecil, kamu tidak akan punya waktu berharga yg
kamu butuhkan untuk melakukan hal-hal besar dan penting (batu-batu
besar) dalam hidup."
Seorang CEO sebuah perusahaan IT dari India berbicara dalam sebuah sesi
dengan para karyawan tentang filosofi ini. CEO tersebut termasuk dalam
50 orang paling berpengaruh dalam dunia bisnis di Asia (dirilis oleh
majalah Asiaweek).
Inti ceritanya: "CINTAILAH PEKERJAANMU, TAPI JANGAN PERNAH JATUH CINTA
KEPADA PERUSAHAANMU, KARENA KAMU TIDAK PERNAH TAHU KAPAN PERUSAHAANMU
BERHENTI MENCINTAIMU" Narayana Murthy.
Bagi yang tertarik membaca pandangan dia secara mendalam, berikut
kutipan kata-katanya:
Saya sering menjumpai orang-orang yang bekerja selama 12 jam sehari, 6
hari seminggu, atau lebih. Beberapa diantaranya melakukan hal tersebut
karena diburu-buru oleh deadline, memenuhi target yang telah ditetapkan.
Bagi mereka, waktu-waktu panjang yang penuh lembur bersifat
sewaktu-waktu saja. Ada pula yang menjalani jam-jam panjang dalam
hari-hari mereka selama bertahun-tahun: entah karena orang-orang ini
merasa telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada pekerjaan, atau bisa
juga disebut workaholic.
Apapun alasan yang orang buat untuk bekerja lembur, kondisi tersebut
berpengaruh TIDAK BAIK kepada orang yang menjalani maupun
orang-orang sekitarnya. Berada dalam kantor selama berjam-jam dalam
rentang waktu yang lama, bisa menimbulkan potensi yang cukup besar bagi
yang menjalaninya untuk membuat kesalahan. Rekan-rekan saya yang saya
kenal sering bekerja lembur, sering membuat
kesalahan karena faktor kelelahan. Membetulkan kesalahan-kesalahan ini
tentu saja membutuhkan waktu dan tenaga tidak saja dari dirinya sendiri,
melainkan orang lain yang secara langsung maupun tidak langsung bekerja
bersamanya.
Masalah lain adalah orang-orang yang bekerja pada perusahaan yang
menetapkan waktu kerja yang ketat seringkali bukanlah orang-orang yang
secara pergaulan menyenangkan. Para karyawan dari perusahaan dengan tipe
seperti ini sering mengeluh atau komplain mengenai orang lain (yang
tidak bekerja sekeras mereka). Mereka menjadi mudah tersinggung, dan
mudah marah. Orang-orang lain menjauhi mereka. Perilaku semacam ini
secara organisasi tentunya merupakan masalah besar: hasil besar akan
dicapai oleh sebuah organisasi apabila ada jalinan harmonis dalam kerja
sama tim antar karyawannya, bukannya bekerja sendiri-sendiri dan saling
menjauhi.
Sebagai seorang pimpinan, saya harus membantu orang lain untuk
meninggalkan kantor tepat waktu. Langkah pertama dan terpenting adalah
sayalah yang harus memberi contoh dan pulang ke rumah tepat waktu. Saya
bekerja dengan seorang manajer yang menyindir orang-orang yang bekerja
lembur terlalu lama. Ajakannya menjadi kehilangan makna ketika
orang-orang menerima emailnya dan melihat jam email tersebut dikirim
ternyata jam 2 pagi.
Untuk mengajak orang melakukan suatu hal, langkah terpenting adalah
memberi contoh dengan melakukannya sendiri. Langkah kedua adalah
mengajak orang untuk menjalani hidup yang seimbang. Sebagai contoh,
berikut ini adalah langkah-langkah yang
menurut saya cukup membantu:
1. Bangun pagi, sarapan dengan menu yang baik, lalu berangkat bekerja..
2. Bekerjalah dengan keras dan pintar selama 8 atau 9 jam sehari..
3. Pulanglah ke rumah
4. Baca buku atau komik, menonton film yang lucu, kumpul-kumpul dengan
rekan-rekan.
5. Makan yang sehat dan tidur yang cukup
Langkah-langkah ini disebut sebagai recreating. Mengerjakan langkah 1,
3, 4, dan 5 akan memungkinkan langkah 2 dilakukan secara efektif
dan seimbang.
Bekerja secara normal dan mempertahankan hidup yang seimbang adalah
konsep yang sederhana. Langkah-langkah tersebut mungkin akan sulit
dilakukan oleh sebagian orang karena orang tersebut akan menganggap
perlunya perubahan mendasar yang bersifat personal pada dirinya.
Sebenarnya langkah-langkah ini memungkinkan untuk dilakukan oleh setiap
orang, karena kita memiliki kekuatan untuk memilih apa yang
akan kita lakukan.
Suatu hari, seorang ahli "Manajemen Waktu" berbicara di depan sekelompok
mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yang tidak akan
dengan mudah dilupakan para siswanya.
Dia mengeluarkan toples berukuran satu galon yang bermulut cukup lebar,
dan meletakkannya diatas meja. Lalu ia juga mengeluarkan
sekira selusin batu berukuran segenggam tangan, dan meletakkan dengan
hati-hati batu-batu itu kedalam toples. Ketika batu itu memenuhi
toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yang muat untuk
masuk ke dalamnya, dia bertanya, "Apakah toples ini sudah penuh?"
Semua siswanya serentak menjawab, "Sudah." Kemudian dia berkata,
"Benarkah?" Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu
dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit
mengguncang- guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat
diantara celah-celah batu-batu itu. Lalu ia bertanya kepada siswanya
sekali lagi, "Apakah toples ini sudah penuh?" Kali ini para siswanya
hanya tertegun, "Mungkin belum", salah satu dari siswanya menjawab.
"Bagus!", jawabnya. Kembali dia meraih ke bawah meja dan mengeluarkan
sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan
pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara
kerikil dan bebatuan.
Sekali lagi dia bertanya, "Apakah toples ini sudah penuh?" "Belum!"
serentak para siswanya menjawab. Sekali lagi dia berkata, "Bagus!"
Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam toples,
sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas.
Lalu si ahli Manajemen Waktu ini memandang kepada para siswanya dan
bertanya "Apakah maksud dari ilustrasi ini?" Seorang siswanya yang
antusias langsung menjawab, "Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu,
jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya"
"Bukan", jawab si ahli, "Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini
mengajarkan kita bahwa: Kalau kamu tidak meletakkan batu besar itu
sebagai yang pertama, kamu tidak akan pernah bisa memasukkannya ke dalam
toples sama sekali. Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin
anak-anakmu, suami/istrimu, orang-orang yang kamu sayangi,
persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yang kamu anggap
paling berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan
batu-batu besar tersebut sebagai yang pertama atau kamu tidak akan
pernah punya waktu untuk memperhatikannya. Jika kamu mendahulukan
hal-hal kecil (kerikil dan pasir) dalam waktumu maka kamu hanya memenuhi
hidupmu dengan hal-hal kecil, kamu tidak akan punya waktu berharga yg
kamu butuhkan untuk melakukan hal-hal besar dan penting (batu-batu
besar) dalam hidup."